T R A V E L

Loading

Dapatkan Penawaran
Asuransi

Biaya Kesehatan Makin Mahal, Bank Dunia: Bikin Orang Bangkrut

Pengeluaran biaya kesehatan menjadi penyebab penurunan kesejahteraan. Dengan bertambahnya pengeluaran kesehatan, maka konsumsi untuk kebutuhan lainnya harus dikurangi. Hal ini diungkapkan dalam riset Adam Wagstaff, Patric Eozenou, dan Marc Smitz berjudul Out-of-Pocket Expenditure on Health yang diterbitkan oleh Bank Dunia.

"Pengeluaran kesehatan biasanya tidak rutin dan tidak bisa diperkirakan. Pengeluaran ini hanya terjadi ketika seseorang dalam kondisi sakit, waktunya di luar kontrol. Konsekuensinya adalah akan ada pengurangan konsumsi kelompok lainnya, sehingga pengeluaran kesehatan terkait erat dengan penurunan tingkat kesejahteraan," sebut riset terbitan April 2019 itu.

Di Indonesia sendiri, pada 2019, inflasi kesehatan tercatat 3,46%. Lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 3,14%. Angka 3,46% adalah yang tertinggi sejak 2016.

Jadi kala inflasi umum terus menukik, inflasi kesehatan malah terkerek ke atas. Data ini menggambarkan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk keperluan kesehatan terus meningkat. Biaya kesehatan yang semakin mahal membuat masyarakat miskin dan hampir miskin sulit untuk 'naik kelas'.

Sebelumnya pelaku industri asuransi pun menyoroti tingginya inflasi kesehatan. Direktur Utama Mandiri Inhealth Iwan Pasila mengatakan pada 2019 inflasi medis sebesar 9,5%, atau 6% lebih besar dibandingkan inflasi inti.

"Ada gap antara inflasi medis dan inflasi inti, dan siapa yang mau funding padahal kemampuan orang relate sama inflasi inti. Hal ini disebabkan ada kecenderungan Rumah Sakit memberikan pelayanan lebih yang tidak perlu diberikan," kata Iwan kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Menurutnya pelayanan kesehatan yang berlebihan juga disebabkan karena permintaan dari peserta, hal inilah yang membuat tingginya inflasi medis. Iwan mengatakan tingginya gap antara inflasi medis dan inti telah terjadi sejak 2015.

Selain itu, inflasi kesehatan yang tinggi juga bisa disebabkan oleh peserta milenial yang kebanyakan tidak memperhatikan aspek kesehatan. Kebanyakan peserta milenial seringkali terekspos penyakit tidak menular seperti diabetes ataupun jantung koroner, dan menjadi risiko besar ke depannya.

Sementara berdasarkan laporan berjudul Tracking Universal Health Coverage yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia menyebutkan, hampir 100 juta penduduk di seluruh dunia setiap tahunnya harus menerima kenyataan pahit jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem.

Penyebabnya adalah pengeluaran untuk kesehatan. Penduduk yang berpendapatan US$ 1,9 (Rp 26.153 dengan kurs saat ini) per hari terpaksa harus memilih antara makan atau pendidikan dengan pengeluaran kesehatan.

Sedangkan 122 juta orang di seluruh dunia harus hidup dengan US$ 3,1 (Rp 42.645) per hari karena harus menyisihkan uang lebih untuk keperluan kesehatan. Sejak tahun 2000, angkanya naik 1,5% per tahun.

Lebih dari 800 juta penduduk di dunia mengeluarkan 10% pengeluaran mereka untuk kesehatan. Sementara 180 juta penduduk dunia mengeluarkan seperempat atau lebih untuk keperluan ini, dengan laju pertumbuhan 5% per tahun.

"Masalah ini tidak hanya melanda negara-negara miskin, tetapi semuanya. Orang dengan kondisi memprihatinkan ini tidak hanya bisa bangkrut secara ekonomi, tetapi juga moral," papar riset itu.

Social Share